Umum

Masihkah Depok Layak Disebut sebagai Kota Layak Anak?

Ilustrasi Foto: Pixabay

Pada ajang penghargaan Kota Layak Anak (KLA) yang diselenggarakan pada bulan Juli 2021 oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Kota Depok meraih predikat nindya. Sudah 4 tahun berturut-turut Kota Depok mendapatkan predikat ini.

Mengacu kepada Peraturan Menteri PPPA Nomor 12 Tahun 2011, penentuan status "layak anak" bagi suatu kabupaten atau kota melibatkan sejumlah parameter yang dibagi dalam dua indikator, yakni penguatan kelembagaan dan klaster hak anak.

Khusus untuk klaster hak anak, yakni meliputi hak sipil dan kebebasan, lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, kesehatan dasar dan kesejahteraan, pendidikan, pemanfaatan waktu luang, kegiatan budaya, sampai perlindungan khusus.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Namun pada bulan November 2021, Kepala Dinas Perlindungan Anak Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga (DPAPMK) Kota Depok, Nessi Annisa Handari, mengatakan bahwa Kota Depok belum layak untuk disebut sebagai 'Kota Layak Anak' dikarenakan masih sering terjadi kasus pelecehan seksual pada anak.

Menurut Kapolres Metro Depok Komisaris Besar Imran Edwin Siregar, pada tahun 2021 sendiri terjadi 42 kasus kekerasan terhadap anak, dan 58 kasus tindakan cabul pada anak.

Seorang pengacara, Azas Tigor Nainggolan yang menangani korban pelecehan seksual berinisial J (14) dan BA (14) pada bulan November 2021 mengatakan bahwa predikat Kota Depok sebagai 'Kota Layak Anak' pantas dicabut.

Lalu apa memang predikat ‘Kota Layak Anak’ harus dicabut dari Kota Depok? Nessi Annisa Handari selaku Kepala DPAPMK Kota Depok menjelaskan bahwa sejumlah upaya tengah dilakukan guna menekan angka pelecehnan terhadap anak, salah satunya dengan upaya penguatan ketahanan keluarga.

Nessi menuturkan bahwa upaya ini dilakukan dengan mengundang para RW untuk membantu memperkecil lingkup warga agar lebih mudah untuk dipantau dan tanda-tanda kekerasan dapat terdeteksi secara dini.

Menurutnya, terdapat UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak. Nessi juga mengatakan bahwa korban yang hendak melaporkan kasusnya ke ranah hukum akan mendapatkan pendampingan dari pihak DPAPMK baik secara psikologis maupun perlindungan hukumnya.

Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Antonius PS. Wibowo, mengatakan bahwa kenaikan kasus pelecehan seksual terhadap anak yang tinggi memiliki keterkaitan dengan zaman Pandemi Covid-19, dan juga penggunaan akses teknologi informasi seperti internet.

Melalui internet, pelaku bisa saja mendapatkan inspirasi untuk melakukan tindakan kekerasan seksual tersebut. Selain sebagai sumber inspirasi, internet juga bisa dipakai untuk memeras korban dengan cara mengancam akan menyebarkan foto pribadi korban kepada khalayak luas, yang bisa disebut Kekerasan Berbasis Gender Siber (KBGS).

Saat ini, masyarakat berharap agar pemerintah Kota Depok mampu mengurangi ataupun membasmi tindakan kekerasan seksual terhadap anak, sekurang-kurangnya dengan cara edukasi, sosialisasi, dan penyampaian kepada warga. Terutama kepada warga yang berstatus sebagai orang tua. Dengan melakukan sosialisasi tersebut, diharapkan dapat mengurangi minat dan memberikan efek jera kepada pelaku dan calon pelaku tindakan kekerasan seksual.

Mari berharap agar predikat 'Kota Layak Anak' yang dipegang oleh Kota Depok tidak hanya menjadi sekadar predikat belaka tanpa bukti yang nyata.

Penulis: Daffa Akhmad | Editor: Miko

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Penulis Leupas